Jumat, 21 Mei 2021

NGAMUMULE BASA SUNDA


 

PEMBAGIAN HATI

 *Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh*


*PEMBAGIAN HATI : SEHAT, SAKIT DAN MATI*


Baik buruknya seseorang sangat tergantung pada hatinya. Jika hatinya lurus, maka perilakunya juga baik, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, sepantasnya seseorang selalu memperhatikan dan memperbaiki hatinya, jika dia menginginkan kebaikan untuk dirinya dan orang lain.


Pada edisi ini, akan disampaikan beberapa macam hati manusia, semoga bisa menjadi panduan dan pengingat untuk memperbaiki hati. Hanya kepada Allâh Azza wa Jalla kita memohon pertolongan.


Hati manusia itu bermacam-macam. Ada qalbun salîm (hati yang selamat; sehat); qalbun mayyit (hati yang mati); dan qalbun marîdh (hati yang sakit). Inilah sedikit perincian tentang hal ini.


🛑 HATI YANG SEHAT(QALBUN SALIM)


Orang-orang yang memilik hati ini akan selamat pada hari kiamat, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla:


يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ﴿٨٨﴾ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ


(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tiada lagi berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allâh dengan hati yang bersih. [Asy-Syu’ara’/26: 88-89].


Disebut qalbun salîm (hati yang selamat; sehat) karena sifat selamat dan sehat telah menyatu dengan hatinya. Di samping, ia juga merupakan lawan dari hati yang sakit.


Beragam penjelasan tentang makna qalbun salîm, namun semuanya terangkum dalam penjelasan berikut. Qalbun salîm adalah hati yang bersih dan selamat dari berbagai syahwat yang berseberangan dengan perintah dan larangan Allâh; Bersih dan selamat dari berbagai syubhat yang menyelisihi berita-Nya. Ia selamat, tidak menghambakan diri kepada selain-Nya, tidak menjadikan hakim selain Rasul-Nya; Bersih dalam mencintai Allâh Azza wa Jalla dan dalam berhakim kepada Rasul-Nya; Bersih dalam rasa takut dan berharap kepada-Nya, dalam bertawakal kepada-Nya, dalam bertaubat kepada-Nya, dalam menghinakan diri di hadapan-Nya, dalam mengutamakan mencari ridha-Nya di segala keadaan dan dalam menjauhi kemurkaanNya dengan segala cara.


Inilah hakikat penghambaan (ubudiyah) yang tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allâh semata.


Jadi, qalbun salîm adalah hati yang selamat dari perbuatan syirik. la hanya mengikhlaskan penghambaan dan ibadah kepada Allâh semata, baik dalam kehendak, cinta, tawakal, inâbah (taubat), merendahkan diri, khasyyah (takut), raja’ (pengharapan). Ia juga mengikhlaskan amalnya untuk Allâh semata. Jika ia mencintai maka ia mencintai karena Allâh Azza wa Jalla . Jika ia membenci maka ia membenci karena Allâh Azza wa Jalla . Jika ia memberi maka ia memberi karena Allâh Azza wa Jalla . Jika ia menolak maka ia menolak karena Allâh Azza wa Jalla . Namun ini saja tidak cukup, dia juga harus selamat dari ketundukan serta hanya berhakim kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Ia harus mengikat hatinya  dengan kuat untuk mengikuti Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam ucapan atau perbuatan. Dia menjadikan apa yang dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi hakim bagi dirinya dalam segala hal, dalam masalah besar maupun kecil. Sehingga dia tidak mendahuluinya, baik dalam kepercayaan, ucapan maupun perbuatan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allâh dan Rasul-Nya. [Al-Hujurat/49: 1]


Artinya, janganlah kamu berkata sebelum Nabi berkata! Ja­nganlah kamu berbuat sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan!


Sebagian orang Salaf berkata, “Tidak ada suatu perbuatan -betapa pun kecilnya- kecuali akan dihadapkan pada dua pertanyaan: Kenapa dan bagaimana?” Maksudnya, mengapa engkau melakukannya dan bagaimana kamu melakukannya? Soal pertama menanyakan tentang sebab perbuatan, motivasi dan faktor yang mendorongnya;


Apakah sebab perbuatannya adalah tujuan duniawi untuk kepentingan pelakunya, untuk mendapatkan pujian orang atau takut celaan mereka, agar dicintai atau tidak dibenci.


Ataukah motivasi perbuatan tersebut untuk melakukan hak ubudiyah (penghambaan), mencari kecintaan dan kedekatan kepada Allâh Azza wa Jalla .


Inti pertanyaan pertama adalah apakah kamu melaksanakan perbuatan itu untuk Rabbmu ataukah untuk kepentinganmu dan hawa nafsumu sendiri?


Inti pertanyaan kedua merupakan pertanyaan tentang mutâba’ah (mengikuti) Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam soal ibadah tersebut. Dengan kata lain, apakah perbuatan itu termasuk yang disyariatkan melalui lisan Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ataukah tidak disyariatkan?


Pertanyaan pertama tentang keikhlasan dan yang kedua tentang mutâba’ah kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam , karena sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tidak menerima suatu amalan pun kecuali dengan dua syarat tersebut.


Jalan untuk menyelamatkan diri dari pertanyaan pertama adalah dengan memurnikan keikhlasan dan jalan untuk membebaskan diri dari pertanyaan kedua yaitu dengan merealisasikan mutâba’ah dan menyelamatkan atau menjaga hati dari keinginan yang menentang ikhlas dan hawa nafsu yang menentang mutâba’ah.


Inilah hakikat hati yang selamat yang menjamin keselamatan dan kebahagiaan.


🛑 HATI YANG MATI


Hati yang mati, hati yang kosong dari kehidupan. Ia tidak mengetahui Rabbnya, apalagi beribadah kepada-Nya. Ia selalu menuruti keinginan nafsu dan kesenangan dirinya, meskipun akibatnya ia akan dimurkai dan dibenci Allâh Azza wa Jalla . Ia tidak peduli dengan apapun, yang penting bagi dia adalah keinginan dan syahwatnya terpenuhi. Ia menghambakan diri kepada selain Allâh, dalam cinta, takut, berharap, ridha dan benci, pengagungan dan kehinaan. Jika ia mencintai, ia mencintai karena hawa nafsunya. Jika ia membenci, ia membenci karena nafsu. Jika ia memberi, ia memberi karena nafsu. Ia lebih mencintai dan mengutamakan hawa nafsunya daripada keridhaan Rabbnya. Hawa nafsu menjadi pemimpinnya, syahwat komandannya, kebodohan adalah sopirnya, kelalaian adalah kendaraannya. Ia terbuai dengan pikiran untuk mendapatkan tujuan-tujuan duniawi, mabuk oleh hawa nafsu dan kesenangan semu.


Ia tidak mempedulikan orang yang memberi nasihat, ia terus mengikuti setiap langkah dan keinginan setan. Dunia terkadang membuatnya benci dan terkadang membuatnya senang. Hawa nafsu membuatnya tuli dan buta.

Maka membaur dengan orang yang memiliki hati semacam ini. Bergaul dengannya adalah racun dan menemaninya adalah kehancuran.


🛑 HATI YANG SAKIT


Yang ketiga adalah hati yang hidup tetapi sakit. Ia memiliki dua unsur yang saling tarik-menarik. Ketika ia berhasil memenangkan pertarungan itu, berarti di dalam hatinya sedang ada rasa cinta kepada Allâh, keimanan, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya. Itulah nutrisi kehidupan hati. Di dalam hati yang sakit juga ada kecintaan kepada nafsu, keinginan dan usaha keras untuk mendapatkannya, dengki, takabbur, bangga diri, cinta jabatan dan membuat kerusakan di bumi. Inilah unsur yang menghancurkan dan membinasakan hati. Ia diuji oleh dua penyeru, yang satu menyeru kepada Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya serta hari akhirat, sedang yang lain menyeru kepada kenikmatan sesaat. Dan ia akan memenuhi salah satu di antara yang paling dekat dari dirinya.


🛑 KEADAAN TIGA HATI


Hati yang pertama selalu tawadhu’, lemah lembut dan sadar. Hati yang kedua adalah kering dan mati. Hati yang ketiga hati yang sakit; ia bisa lebih dekat kepada keselamatan atau kepada kehancuran. Allâh Azza wa Jalla menjelaskan ketiga jenis hati itu dalam firman-Nya:


وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّىٰ أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آيَاتِهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿٥٢﴾ لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ ۗ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ ﴿٥٣﴾ وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ ۗ وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آمَنُوا إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ


Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila dia mempunyai sesuatu ke­inginan, syetan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keingin­an itu, Allâh menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syetan itu dan Allâh menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allâh Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syetan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang keras hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa al-Qur’an itulah yang haq dari Rabbmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allâh adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” [Al-Hajj/22: 52-54].


Dalam ayat ini Allâh Azza wa Jalla membagi hati menjadi tiga macam: Dua hati terkena keburukan dan satu hati yang selamat. Dua hati yang terkena keburukan adalah hati yang di dalamnya ada penyakit dan hati yang keras (mati), sedang yang selamat adalah hati orang Mukmin yang merendahkan diri kepada Rabbnya, hati yang merasa tenang dengan-Nya, tunduk, berserah diri serta taat kepada-Nya. Oleh sebab itu, hati terbagi menjadi tiga:


*Pertama:* Hati yang sehat dan selamat, yaitu hati yang selalu menerima, mencintai dan mendahulukan kebenaran. Pengetahuannya tentang kebenaran benar-benar sempurna, juga selalu taat dan menerima sepenuhnya.


*Kedua:* Hati yang keras, yaitu hati yang tidak menerima dan taat pada kebenaran.


*Ketiga:* Hati yang sakit, jika penyakitnya kambuh maka hati­nya menjadi keras dan mati, dan jika ia mengalahkan penyakit hatinya maka hatinya menjadi sehat dan selamat.


(Diringkas oleh Ustadz Muslim Atsari dari penjelasan Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitab Ighâtsatul Lahfân)

Minggu, 02 Mei 2021

LAILATUL QADAR

 Pertanyaan:

Mohon dijelaskan tentang lailatul qadar: ciri-cirinya, keutamaanya.

Pengertian Lailatul qadar

Istilah “lailatul qadar” terdiri dari dua kata: “lailah” (Arab: ليلة) yang artinya ‘malam'; “qadr” (Arab: قدر) yang artinya ‘kemuliaan’. Gabungan dua kata ini berarti “malam kemuliaan”. Karena itu, kita tidak menyebut “malam lailatul qadar” karena berarti ada kata “malam” yang berulang; “malam lailatul qadar” = “malam-malam qadar.” Dengan demikian, istilah yang lebih tepat adalah “lailatul qadar” atau “malam qadar”.



 *Keutamaan lailatul qadar* 


“Lailatul qadar” lebih baik daripada seribu bulan, yang setara dengan 83 tahun dan 4 bulan.


Allah berfirman,


وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ


“Tahukah kamu apa itu lailatul qadar? Lailatul qadar lebih baik daripada seribu bulan.” (Q.s. Al-Qadar:2–3)


Pada malam itu, diputuskan segala perkara yang ditetapkan, dan ditentukan pula takdir rezeki, ajal, dan segala sesuatu yang akan terjadi di tahun tersebut.


Allah berfirman,


إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ. فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ. أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ. رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ


“Sesungguhnya, Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi, dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu, diputuskan segala urusan yang telah ditetapkan. Keputusan dari Kami. Sesungguhnya, Kami yang mengutus (para rasul). Sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya, Dia adalah Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.s. Ad-Dukhan:3–6)


 *Menghidupkan lailatul qadar merupakan penyebab diampuninya dosa* 


Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang beribadah pada lailatul qadar karena dasar iman dan mengharap pahala maka diampuni dosanya yang telah berlalu.” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)



 *Kapan lailatul qadar datang?* 


Tidak ada satu pun yang tahu waktu terjadinya lailatul qadar karena ini adalah rahasia Allah. Hanya saja, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan saran agar mencari lailatul qadar di malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir bulan Ramadan karena lailatul qadar berpeluang untuk terjadi pada malam-malam tersebut.


Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menghidupkan sepuluh malam terakhir bulan Ramadan. Beliau bersabda, “Carilah malam qadar di malam ganjil pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)


Barang siapa yang tidak mampu beribadah di awal sepuluh malam terakhir, hendaknya tidak ketinggalan untuk beribadah di tujuh malam terakhir. 


Dari Ibnu Umar; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang lailatul qadar, “Carilah di sepuluh malam terakhir. Jika ada yang tidak mampu maka jangan sampai ketinggalan ibadah di tujuh malam terakhir.” (H.r. Muslim)



 *Bagaimana caranya agar mendapatkan lailatul qadar?*


Di antara hikmah Allah, Dia menyembunyikan malam qadar, agar hamba-Nya mencarinya setiap malam. Oleh karena itu, selayaknya seorang muslim menghidupkan malam-malam terakhir dengan berbagai macam ibadah untuk mendapatkan lailatul qadar, di antaranya:


1. I’tikaf

Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha; bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terbiasa i’tikaf pada malam terakhir bulan Ramadan sampai Allah mewafatkan beliau. (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)


2. Menghidupkan malam dengan ibadah dan membangunkan keluarga untuk beribadah

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha; bahwa ketika masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membangunkan keluarganya, menghidupkan malam-malamnya, dan mengencangkan sarungnya. (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)


3. Mandi, berhias, dan memakai minyak pada waktu antara magrib sampai isya

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa ketika bulan Ramadan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang tidur dan bangun beribadah. Akan tetapi, ketika masuk 10 hari terakhir, beliau mengencangkan sarungnya, menjauhi istri-istrinya, dan mandi pada waktu antara maghrib sampai isya. Ibnu Jarir mengatakan, “Dahulu, para sahabat menganjurkan untuk mandi setiap malam pada sepuluh malam terakhir.”



 *Tanda-tanda lailatul qadar* 


Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma; bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang lailatul qadar, “Dia adalah malam yang indah, sejuk, tidak panas, tidak dingin, di pagi harinya matahari terbit dengan cahaya merah yang tidak terang.” (H.r. Ibnu Khuzaimah; dinilai sahih oleh Al-Albani)



 *Apa yang diucapkan ketika menjumpai lailatul qadar?* 


Ketika kita merasa bahwa di malam tertentu memiliki ciri-ciri seperti yang disebutkan dalam hadis Ibnu Abbas di atas, maka disyariatkan bagi kita agar memperbanyak membaca doa. Terutama bacaan yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada istri beliau Aisyah radhiallahu ‘anha, sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut:


Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, “Saya bertanya, ‘Wahai Rasulullah, jika aku menjumpai satu malam yang itu merupakan lailatul qadar, apa yang aku ucapkan?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Ucapkanlah,


اللَّـهُـمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيمٌ تُـحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي


‘Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha Pemaaf dan Maha Pemurah maka maafkanlah diriku.”” (Hadis sahih; diriwayatkan oleh At-Turmudzi dan Ibnu Majah)



 *Apa tanda telah mendapatkan lailatul qadar?* 


Banyak orang beranggapan bahwa orang yang mendapatkan lailatul qadar akan mengalami kasyaf di malam tersebut. “Kasyaf” sendiri artinya ‘terbukanya tabir gaib’, seperti: bisa melihat langit terbelah, malaikat datang, melihat cahaya di langit, atau tulisan lafal “Allah”, dan sebagainya. Semua anggapan ini adalah anggapan yang tidak berdasar.


Syarat bisa mendapatkan lailatul qadar bukanlah harus mengalami hal-hal di atas. Setiap muslim yang melakukan amal apa pun di malam itu, dihitung dari mulai magrib sampai subuh, maka amalnya akan dinilai lebih baik daripada seribu bulan. Allah berfirman,


وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ


“Tahukah kamu apa itu lailatul qadar? Lailatul qadar lebih baik daripada seribu bulan.” (Q.s. Al-Qadar:2–3)

Di akhir surat Al-Qadar, Allah berfirman,


سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ


“Ini adalah malam yang penuh keselamatan, sampai terbit fajar.” (Q.s. Al-Qadar:5)

Allahu a’lam.


Disusun oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

SURAT IZIN PETERNAKAN

 Kelengkapan Surat izin Peternakan :  1. Izin Usaha Peternakan (IUP) 2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 3. Izin Analisis Mengenai Dampak...