Kamis, 25 Mei 2023

KEBERSIHAN HATI

 KEBERSIHAN HATI 


Mengenai kebersihan hati, terdapat kisah dalam hadis Nabi mengenai seorang sahabat yang masuk surga karena kebersihan hati. Hadis ini terdapat dalam beberapa kitab hadis seperti al-Muwattha, Musnad Ahmad, Sunan al-Nasa’i dan lain-lain. Dalam Sunan An-Nasa’i kisah ini diriwayatkan oleh Anas bin Malik sebagai sahabat yang menyaksikan langsung peristiwa tersebut. 

Suatu hari, Anas bin Malik bersama sahabat lainnya sedang duduk berbincang bersama Rasulullah saw. Tiba-tiba Rasulullah saw. berkata, “Sebentar lagi akan datang seorang ahli surga”. Kemudian muncullah seorang dari kalangan Anshar, di jenggotnya tampak tetesan bekas air wudunya, sendalnya ia tenteng di tangan kirinya. Keesokan harinya, Rasulullah saw. menyebutkan hal yang sama, dan laki-laki dari Anshar itu pun datang dengan kondisi yang sama sebagaimana hari pertama Rasulullah mengatakannya. Hingga keesokan harinya pun sama, Rasulullah menyebut-nyebut ahli surga itu kepada para sahabatnya. 

Tatkala Rasulullah saw. pergi, Abdullah bin ‘Amru bin al-‘Ash yang mengetahui perihal tersebut dan mengikuti perbincangannya pergi mengikuti orang Anshar tersebut.  

“Aku sedang mengalami hubungan yang tidak baik dengan ayahku, lalu aku pun bersumpah untuk tidak menginap di rumahnya 3 malam, aku berpikir untuk menginap saja di rumahmu hingga habis masa sumpahku,” ujar Abdullah kepada orang Anshar tersebut.

 “Ya, silakan” ujarnya Anas bin Malik menceritakan, “Abdullah bin ‘Amru bin al-‘Ash ketika itu menginap di rumah orang Anshar yang disebut Nabi sebagai ahli surga. 

Selama itu, Abdullah tidak sama sekali melihatnya bangun malam untuk beribadah kecuali setiap malam menjelang waktu tidurnya, ia berzikir menyebut Allah dan mengucapkan takbir hingga menjelang subuh ia berwudu. 

Selain itu,” kata Abdullah, “Aku tidak mendengar ia berkata-kata kecuali hal-hal yang baik”. 

Selang 3 malam, hampir saja Abdullah menganggap remeh amalan orang Anshar itu, “Wahai engkau, sungguh aku dan ayahku sebenarnya tidak memiliki masalah dan aku pun tidak melakukan sumpah sebagaimana yang aku ceritakan kepadamu itu. Hanya saja, aku mendengar Rasulullah saw. menyebutkan, ‘Akan datang seorang ahli surga’, dan saat itu pun engkau datang, hal itu beliau ulang sebanyak 3 kali di 3 pertemuan, dan selalu saja engkau yang muncul saat Rasulullah berkata demikian.

“Saat tahu bahwa engkau adalah seorang ahli surga, aku penasaran, akupun berinisiatif untuk menginap di rumahmu, ingin tahu apa sebenarnya amalan yang engkau kerjakan sehingga menjadikanmu ahli surga. Akan tetapi, aku sama sekali tidak melihatmu melakukan amalan yang besar. Jadi, apa sebenarnya yang menjadikanmu ahli surga hingga Rasulullah saw. langsung menceritakannya kepada para sahabat?” ujar Abdullah sambil bertanya. “Tidaklah yang aku lakukan kecuali apa yang engkau lihat”. jawab lelaki Anshar itu dengan singkat. Abdullah bin ‘Amru bin al-‘Ash pun pamit untuk pulang. 

Tak lama beberapa langkah dari rumahnya, lelaki Anshar memanggilnya kembali, ia menegaskan, “Wahai Abdullah, tidak ada ibadah yang aku lakukan kecuali apa yang telah engkau lihat, hanya saja aku tidak mendapati dalam diriku dendam dan kedengkian terhadap seorang pun dari kaum muslimin, aku tidak menyimpan hasad atas apa yang telah dikaruniai Allah kepada mereka”. 

Abdullah bin ‘Amru berkata, “Ternyata inilah amalan yang membuatmu mencapai derajat ahli surga! Itulah amalan yang berat bagi kami”. 

Dari kisah ini, terdapat pelajaran berharga, yaitu Kebersihan Hati Adalah Bagian Dari Kunci Surga. 

Ia menghantarkan sang pemilik hati menuju ke haribaan Allah dengan tenang dan selamat. 

Dalam riwayat lain yang serupa, dinukil dari Kitab Jȃmi al-‘Ulȗm wa al-Hikam disebutkan:

 رَوَى أَسَدُ بْنُ مُوْسَى، حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَر عَنْ مٌحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ قَالَ: «قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَدَخَلَ عَبْدُ اللهِ بْنِ سَلَام، فَقَامَ إِلَيْهِ نَاسٌ، فَأَخْبَرُوْهُ، وَقَالُوا: أَخْبِرْنَا بِأَوْثَقِ عَمَلِكَ فِي نَفْسِكَ، قَالَ: إِنَّ عَمَلِي لَضَعِيْفٌ، وَأَوْثَقُ مَا أَرْجُو بِهِ سَلَامَةَ الصَّدْرِ، وَتَرْكِي مَا لَا يَعْنِيْنِي»


 “Asad bin Musa meriwayatkan: Abu Ma’syar telah mengabarkan kami dari Muhammad bin Ka’ab, ia berkata: Rasulullah saw. menyebutkan: “Orang pertama yang mendatangi kalian itu adalah seorang ahli surga”. Kemudian datanglah Abdullah bin Salam. Orang-orang yang ada saat itu pun berdiri menyambutnya, mereka mengabarkan pada Abdullah bin Salam bahwa ia adalah ahli surga. Mereka berkata pada Abdullah, “Beri tahu kami tentang amalanmu yang paling utama!”. Abdullah bin Salam menjawab, “Sungguh! Amalanku sangat lemah. Aku hanya mengandalkan kebersihan hati [dari penyakit hati] dan meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat bagiku”. (Imam Ibn Rajab al-Hanbali, Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, Beirut: Muassasah al-Risalah, 2001/1422, juz 1, hlm. 294) 

Bahwa selain amalan wajib dan sunah yang kita lakukan setiap hari, ada amalan lain yang lebih penting, yaitu menjaga kebersihan hati kita. Kebersihan hati adalah sesuatu yang semestinya ada dalam diri seorang muslim, bahkan setiap orang di muka bumi. Dari bersihnya hati, akan ada perkataan yang baik, sopan, ramah dan jauh dari menyakiti dan mencela orang lain. 

Tidak ada lagi sifat iri, dengki, benci dan dendam kepada orang lain. Kebersihan hati akan berpengaruh pada lisan. Sebab lisan adalah cerminan dari hati. Jika hatinya kotor, tidaklah yang keluar dari lisannya kecuali sesuatu yang buruk. Begitu pula, bersihnya hati akan menimbulkan perilaku dan etika yang baik. Dengan demikian, selain menjadikan seseorang sebagai hamba Allah yang mulia, kebersihan hati juga turut berperan dalam menjaga kedamaian sosial di tengah masyarakat, bahkan kedamaian alam semesta dan penghuninya.


Alfaqier G.E.Dip

QOLBU / HATI

 Dalam Kitab Kimya as-Sa’adah karya Imam Al-Ghazali dituliskan:

“Qolbu bukanlah potongan daging yang berada di dada sebelah kiri. Sebenarnya yang digambarkan orang-orang mengenai hati itu adalah jantung bukan hati. Dan yang dikatakan mengenai hati tidak seperti yang diperkirakan banyak orang.

Kalau di Arab, orang mau beli hati hewan itu juga tidak bisa pakai istilah qolbu tetapi qibdah. 

Maka di kitab ini Imam Al-Ghazali merumuskan qolbu itu bukan potongan daging itu yang dimaksud. Sebab hati yang bisa dilihat itu berasal dari alam syahadah (bisa disaksikan), padahal qolbu itu sifatnya ghaib. Hanya dia sendiri dan Allah yang tahu kondisi qolbu seseorang.

“Adapun hakikat hati adalah bukan dari alam syahadah. Tetapi hanya ada di alam ghaib. Jadi bukan jantung atau hati secara fisik, tetapi memang hakikat hati (qolbu) itu sesungguhnya ghaib.

Dalam diri manusia qolbu ini tetap butuh sandaran. Ia melekat pada hati yang secara fisik bisa dilihat itu. Maka dikatakan dalam hadits ada salah satu bagian tubuh manusia yang jika baik maka seluruhnya baik dan jika rusak maka rusaklah seluruhnya.

“Qolbu itu bukan dari alam syahadah tetapi dari alam ghaib. Ia bersandar pada hati secara fisik itu, tetapi bukan yang kelihatan itu. Dan qolbu itu adalah raja, ia bisa mengenali Allah, dan sifat-sifat keindahan alam semesta ini dikenali qolbu,”.

Bahwa qolbu ini hanya diberikan kepada manusia. Maka sejatinya yang dihukum sebab dosa itu pertama kali hati (qolbu), maka termasuk yang menjadi bagian dari qolbu adalah akal.

“Taklif atau akal itu berada dalam qolbu. Yang kamu merasa sedih, perihatin, susah itu tempatnya di qolbu. Begitu juga yang kamu merasa bahagia sampai lupa diri itu juga sebab ada qolbu.

Orang yang hilang nyawanya, hilang juga hatinya. Maka Imam Al-Ghazali dalam kitab itu mengatakan wajib bagi manusia untuk sungguh-sungguh dalam mengenal qolbu. Sebab qolbu menurut Imam Al-Ghazali adalah inti yang mulia dari jenisnya inti malaikat.

Maka kadang (qolbu) ini disebut hati nurani karena bentuknya cahaya, bukan bersifat fisik atau jasad.

Hati adalah bagian terpenting dalam diri manusia. Mengapa disebut yang terpenting? Sebab hati menjadi penentu baik dan buruknya amalan anggota tubuh yang lain, sekaligus menjadi penentu bernilai atau tidaknya amal pemiliknya. 

Tak hanya itu, hati juga merupakan bagian yang paling mudah terpengaruh, mudah berubah, dan juga sulit diobati.   

Para ulama tasawuf memiliki perhatian besar terhadap urusan yang satu ini. Salah satunya ialah Imam al-Ghazali. Menurutnya, siapa pun yang hendak menata laku amalnya, maka mulailah dengan menata hati. Namun, ia tidak akan mampu menata hatinya dengan baik, sebelum mengetahui lima hal prinsip tentangnya.

   

Pertama, Allah maha mengetahui apa pun yang tersimpan, yang terbesit, dan dirahasiakan dalam hati hamba-hamba-Nya. 

Hal itu berdasarkan firman-Nya.  

 وَاللهُ يَعْلَمُ مَا فِي قُلُوبِكُمْ

   “Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu,” (QS al-Ahzab : 51). Ayat-ayat lain yang senada dengannya menyebutkan, “Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati,” (QS al-Mukmin : 19); “Dan Allah mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan,” (QS al-Nahl :19); “Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan, dan Allah mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan” (QS al-Maidah : 99). 

Namun, intinya siapa pun yang sudah sampai pada hakikat ini, tidak akan berani menyimpan atau merahasiakan sesuatu yang tidak baik dalam hatinya. Sebab, semuanya diketahui secara pasti oleh Allah swt.  

 

Kedua, Allah tidak memandang rupa, wajah, atau kulit hamba-Nya. Yang dipandang darinya hanyalah hatinya. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ، فَمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ صَالِحٌ تَحَنَّنَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ، وَإِنَّمَا أَنْتُمْ 

بَنِي آدَمَ أَكْرَمُكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ   


 “Sesungguhnya

 Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi melihat hati dan amalan kalian. Siapa saja yang memiliki hati yang bersih, maka Allah menaruh simpati padanya. Kalian hanyalah anak cucu Adam. Tetaplah yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling takwa,” (HR. Al-Thabrani)


Ketiga, hati ibarat raja, sedangkan anggota tubuh lain ibarat rakyat yang mengikutinya. Jika yang diikuti baik, maka pengikutnya pun akan baik. Jika pemiminnya lurus, maka rakyatnya juga lurus. Adakalanya, pemimpin lurus, rakyatnya terkadang tidak lurus, apalagi pemimpinnya tidak lurus. Ingatlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyatakan:   

أَلاَ وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً: إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ القَلْبُ


  “Ingatlah bahwa dalam tubuh itu ada segumpal daging. Jika daging itu baik, maka baik pula seluruh tubuh. Jika daging itu rusak, maka rusak pula seluruh tubuh. Daging tersebut ialah hati,” (HR al-Bukhari).   

Demi menjaga setiap amalan tetap baik, maka siapa pun harus menjaga dan selalu memperbaiki keadaan hatinya.   


Keempat, hati adalah gudang berbagai macam permata berharga dan makna-makna penting bagi seorang hamba. 

Permata pertama adalah akal, sedangkan permata paling mulia adalah makrifat kepada Allah, yang merupakan sebab kebahagiaan dunia dan akhirat. 

Permata berikutnya adalah mata hati (bashirah) yang menjadi modal untuk mendekat dan menghadap kepada Allah. 

Selanjutnya adalah niat yang tulus dalam ketaatan, sekaligus yang menjadi faktor penentu tercapai dan tidaknya pahala kekal di sisi Allah. 

Berikutnya ialah macam-macam ilmu, hikmah, pengetahuan, yang menjadi faktor kemuliaan hamba, baik di hadapan Allah maupun di hadapan makhluk. 

Permata terakhir ialah perangai atau sifat-sifat yang terpuji.   

Maka demi menjaga keberadaan permata-permata di atas, hati harus selalu bersih dan dijaga dari berbagai macam kotoran dan penyakit.   


Kelima, hati memiliki beberapa keadaan. 

Hati selalu menjadi sasaran serangan lawan. Dalam hal ini adalah serangan setan. Setan selalu mengintai kelengahannya. Ketika pemiliknya berdzikir, setan sedikit menjauh darinya. 

Namun, ketika pemilik hati lalai, setan kembali membisikinya. Di saat yang sama hati juga menjadi tempat turunnya bisikan baik, terutama ilham dan bisikan malaikat. Sehingga hati tidak terlepas dari dua sumber bisikan tersebut. 

Kesibukan hati jauh lebih banyak dari kesibukan anggota tubuh yang lain. Bagaimana tidak karena akal dan hawa nafsu berada di dalamnya. 

Tak heran hati menjadi tempat pertarungan antara dua pasukan besar, yakni pasukan nafsu beserta bala tentaranya dan pasukan akal beserta bala tentaranya. 

Khawatir atau bisikan yang datang ke dalam hati jumlahnya sangat banyak. Bisikan itu ibarat anak panah yang diarahkan kepadanya. Ia bagaikan air hujan yang terus menghujaninya baik siang maupun malam. Seorang ulama mengatakan, dalam sehari semalam, hati tidak kurang menerima tujuh puluh ribu bisikan, baik bisikan baik maupun bisikan yang buruk. 

Tidak ada yang bisa menolak bisikan itu. Berbeda dengan mata yang bisa beristirahat dengan menutupkan kedua bibirnya, hati terus-menerus dihujani bisikan. Mengatasi dan mengendalikan keadaan hati sangatlah sulit. Pasalnya, keadaan hati tidak terlihat. Apa yang terjadi di dalamnya terkadang tidak bisa dirasakan, sampai akibatnya benar-benar terlihat. 

Penyakit hasud atau dendam, misalnya. Tidak mudah dideteksi dan dihilangkan seseorang. Dibutuhkan upaya keras, pandangan yang tajam, timbangan yang matang, dan pelatihan jiwa, untuk mengobatinya. Kerusakan yang menimpa hati begitu cepat. Keadaannya mudah berubah. 

Para ahli bahasa menyatakan, mengapa hati disebut dengan kablu? Karena ia berasal dari kata qalbu, yang dalam bahasa Arab, berarti sesuatu yang mudah sekali berubah. ( al-Ghazali, Minhajul ‘Abidin,hal. 34-35).   


Semoga Allah senantiasa meneguhkan hati kita semua, terlebih jika hati kita telah mendapatkan hidayah dari-Nya.  

 رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ   

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia),” (QS Ali ‘Imran : 8).   

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

  “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku dalam agama-Mu.”  


Alfaqier...G.E.Diponegoro

MEMILIH BERTHORIQOH LEWAT KATA HATI

 MEMILIH BERTHORIQOH LEWAT KATA HATI


Kadang tidak mudah memilih ikut tarekat atas pertimbangan akal semata. Semua yang ditimbang akal bisa rasional dan baik. Namun hidup harus memutuskan dengan pertimbangan yg lebih luas. Kita tidak lagi memandang baik-buruk berdasarkan kriteria maupun persepsi kita sendiri. 

Baik di mata kita, belum tentu baik di sisi-Nya. Jelek bagi kita, belum tentu jelek di sisi-Nya.

Sesuatu yang baik menurut akal kita, belum tentu benar. Sesuatu yang benar pun belum tentu mengandung maslahat bagi semuanya. 

Kita masih sering berdebat menggunakan logika atau akal untuk sesuatu yang tidak penting.

Dan dengan pikiran sendiri pun, kita sering bertarung. Apalagi berhadapan dengan pilihan yang berbeda. 

Apapun pikiran yang berkembang, itu seharusnya menjadi keindahan. 

Sudah menjadi sifat akal mengembara dengan pikiran yang jauh sekalipun. Dan manusia diberi keunggulan dari mahluk manapun karena akal. 

Surat Al-Isra Ayat 70

۞ وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَ

نِىٓ ءَادَمَ وَحَمَلْنَٰهُمْ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَرَزَقْنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلْنَٰهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

Wa laqad karramnā banī ādama wa ḥamalnāhum fil-barri wal-baḥri wa razaqnāhum minaṭ-ṭayyibāti wa faḍḍalnāhum 'alā kaṡīrim mim man khalaqnā tafḍīlā

"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan".

Hanya saja kita tidak boleh meninggalkan suara hati atau qolbu. Seperti sabda Nabi, ”Ingatlah, sesungguhnya pada jasad manusia itu terdapat segumpal darah, jika baik, seluruh tubuh akan baik, jika rusak, rusaklah semua jasad, ingatlah, dia itu adalah hati."

Dan dengan suara hati, kita bisa berjihad melawan hawa nafsu. Dan bisa berhenti sejenak memaksakan pikiran kita kepada pihak lain.

Akal memberi pertimbangan, hati juga yang memilih. Akal pergi berlayar, hati juga tempat berlabuh.


Alfaqier

Rabu, 24 Mei 2023

QOLBU/HATI

 QOLBU/HATI


Hati adalah bagian terpenting dalam diri manusia. Mengapa disebut yang terpenting? Sebab hati menjadi penentu baik dan buruknya amalan anggota tubuh yang lain, sekaligus menjadi penentu bernilai atau tidaknya amal pemiliknya. 

Tak hanya itu, hati juga merupakan bagian yang paling mudah terpengaruh, mudah berubah, dan juga sulit diobati.   

Para ulama tasawuf memiliki perhatian besar terhadap urusan yang satu ini. Salah satunya ialah Imam al-Ghazali. Menurutnya, siapa pun yang hendak menata laku amalnya, maka mulailah dengan menata hati. Namun, ia tidak akan mampu menata hatinya dengan baik, sebelum mengetahui lima hal prinsip tentangnya.

   

Pertama, Allah maha mengetahui apa pun yang tersimpan, yang terbesit, dan dirahasiakan dalam hati hamba-hamba-Nya. 

Hal itu berdasarkan firman-Nya.  

 وَاللهُ يَعْلَمُ مَا فِي قُلُوبِكُمْ

   “Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu,” (QS al-Ahzab : 51).   Ayat-ayat lain yang senada dengannya menyebutkan, “Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati,” (QS al-Mukmin : 19); “Dan Allah mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan,” (QS al-Nahl :19); “Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan, dan Allah mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan” (QS al-Maidah : 99). 

Namun, intinya siapa pun yang sudah sampai pada hakikat ini, tidak akan berani menyimpan atau merahasiakan sesuatu yang tidak baik dalam hatinya. Sebab, semuanya diketahui secara pasti oleh Allah swt.  

 

Kedua, Allah tidak memandang rupa, wajah, atau kulit hamba-Nya. Yang dipandang darinya hanyalah hatinya. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:   إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ، فَمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ صَالِحٌ تَحَنَّنَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ، وَإِنَّمَا أَنْتُمْ 

بَنِي آدَمَ أَكْرَمُكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ   


 “Sesungguhnya

 Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi melihat hati dan amalan kalian. Siapa saja yang memiliki hati yang bersih, maka Allah menaruh simpati padanya. Kalian hanyalah anak cucu Adam. Tetaplah yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling takwa,” (HR. Al-Thabrani)


Ketiga, hati ibarat raja, sedangkan anggota tubuh lain ibarat rakyat yang mengikutinya. Jika yang diikuti baik, maka pengikutnya pun akan baik. Jika pemiminnya lurus, maka rakyatnya juga lurus. Adakalanya, pemimpin lurus, rakyatnya terkadang tidak lurus, apalagi pemimpinnya tidak lurus. Ingatlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyatakan:   

أَلاَ وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً: إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ القَلْبُ


  “Ingatlah bahwa dalam tubuh itu ada segumpal daging. Jika daging itu baik, maka baik pula seluruh tubuh. Jika daging itu rusak, maka rusak pula seluruh tubuh. Daging tersebut ialah hati,” (HR al-Bukhari).   

Demi menjaga setiap amalan tetap baik, maka siapa pun harus menjaga dan selalu memperbaiki keadaan hatinya.   


Keempat, hati adalah gudang berbagai macam permata berharga dan makna-makna penting bagi seorang hamba. 

Permata pertama adalah akal, sedangkan permata paling mulia adalah makrifat kepada Allah, yang merupakan sebab kebahagiaan dunia dan akhirat. 

Permata berikutnya adalah mata hati (bashirah) yang menjadi modal untuk mendekat dan menghadap kepada Allah. 

Selanjutnya adalah niat yang tulus dalam ketaatan, sekaligus yang menjadi faktor penentu tercapai dan tidaknya pahala kekal di sisi Allah. 

Berikutnya ialah macam-macam ilmu, hikmah, pengetahuan, yang menjadi faktor kemuliaan hamba, baik di hadapan Allah maupun di hadapan makhluk. 

Permata terakhir ialah perangai atau sifat-sifat yang terpuji.   

Maka demi menjaga keberadaan permata-permata di atas, hati harus selalu bersih dan dijaga dari berbagai macam kotoran dan penyakit.   


Kelima, hati memiliki beberapa keadaan. 

Hati selalu menjadi sasaran serangan lawan. Dalam hal ini adalah serangan setan. Setan selalu mengintai kelengahannya. Ketika pemiliknya berdzikir, setan sedikit menjauh darinya. 

Namun, ketika pemilik hati lalai, setan kembali membisikinya. Di saat yang sama hati juga menjadi tempat turunnya bisikan baik, terutama ilham dan bisikan malaikat. Sehingga hati tidak terlepas dari dua sumber bisikan tersebut. 

Kesibukan hati jauh lebih banyak dari kesibukan anggota tubuh yang lain. Bagaimana tidak karena akal dan hawa nafsu berada di dalamnya. 

Tak heran hati menjadi tempat pertarungan antara dua pasukan besar, yakni pasukan nafsu beserta bala tentaranya dan pasukan akal beserta bala tentaranya. 

Khawatir atau bisikan yang datang ke dalam hati jumlahnya sangat banyak. Bisikan itu ibarat anak panah yang diarahkan kepadanya. Ia bagaikan air hujan yang terus menghujaninya baik siang maupun malam. Seorang ulama mengatakan, dalam sehari semalam, hati tidak kurang menerima tujuh puluh ribu bisikan, baik bisikan baik maupun bisikan yang buruk. 

Tidak ada yang bisa menolak bisikan itu. Berbeda dengan mata yang bisa beristirahat dengan menutupkan kedua bibirnya, hati terus-menerus dihujani bisikan. Mengatasi dan mengendalikan keadaan hati sangatlah sulit. Pasalnya, keadaan hati tidak terlihat. Apa yang terjadi di dalamnya terkadang tidak bisa dirasakan, sampai akibatnya benar-benar terlihat. 

Penyakit hasud atau dendam, misalnya. Tidak mudah dideteksi dan dihilangkan seseorang. Dibutuhkan upaya keras, pandangan yang tajam, timbangan yang matang, dan pelatihan jiwa, untuk mengobatinya. Kerusakan yang menimpa hati begitu cepat. Keadaannya mudah berubah. 

Para ahli bahasa menyatakan, mengapa hati disebut dengan kablu? Karena ia berasal dari kata qalbu, yang dalam bahasa Arab, berarti sesuatu yang mudah sekali berubah. ( al-Ghazali, Minhajul ‘Abidin,hal. 34-35).   


Semoga Allah senantiasa meneguhkan hati kita semua, terlebih jika hati kita telah mendapatkan hidayah dari-Nya.  

 رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ   

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia),” (QS Ali ‘Imran : 8).   

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

  “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku dalam agama-Mu.”  


Alfaqier...G.E.Diponegoro

SALIK/MURID TAREKAT

 SALIK/MURID TAREKAT


Istilah salik/murid berasal dari isim fail kata arada, yang berarti seorang yang berkehendak atau menginginkan sesuatu. 

Dalam tasawuf, para penempuh jalan ruhani adalah salik/murid, yakni orang yang menghendaki perjumpaan dengan Allah secara spiritual melalui ibadah, riyadhah, mujahadah, dan munajat, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran: 

 

 فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ


 رَبِّهِ أَحَدًا 

"Siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya hendaklah melakukan amal saleh dan tidak menjadikan apa dan siapa pun sebagai sekutu dalam beribadah kepada Tuhannya," (QS. al-Kahfi : 110). 

Dalam tarekat, meski seseorang sudah berada dalam posisi mursyid, pada hakikatnya tetaplah ia seorang murid, artinya seorang penempuh ruhani yang menghendaki perjumpaan dengan Allah. 

Karenanya, mursyid bersama-sama murid berusaha membersihkan diri dari berbagai penyakit hati dan sifat-sifat tercela agar bisa merasakan bagaimana persahabatan dengan-Nya, mencintai dan dicintai-Nya, meridhai dan diridhai-Nya.  

Jika seorang mursyid saja masih berstatus murid, bagaimana dengan keadaan murid yang masih mencari jalan dan cara guna memperbaiki kualitas dan kuantitas ibadahnya kepada Allah? 

Tentu ia harus menyadari jati dirinya serta berupaya lebih keras lagi demi mencapai tingkatan yang tertinggi, yakni makrifat kepada Allah. 


Alfaqier G.E.Dip.Idarah Wustho Jatman Lampung.

MURSYID TAREKAT

 MURSYID TAREKAT 


Mursyid berarti ‘pembimbing’, ‘pemandu’, atau ‘guru’. Dalam tarekat, mursyid adalah dokter ruhani yang mengenal berbagai penyakit kalbu, memiliki kemampuan untuk mengobati dan memperbaikinya menjadi lebih sempurna.  

Lebih popularnya, mursyid adalah guru tarekat atau pembimbing spiritual yang sering disebut dengan syaikh, murad, atau pir. 

Peranannya sangat penting, bahkan mutlak dalam tarekat. Sebab, menurut Abu Yazid al-Busthami, seorang ulama tasawuf (wafat 874 M), 


من لم يكن له أستاذ فإمامه الشيطان

   "Siapa saja yang tidak memiliki guru, maka imamnya adalah setan." 

Dalam Tafsir Ruhul-Bayan, karya Ismail Haqqi al-Hanafi, disebutkan:

 من لم يكن له شيخ فشيخه الشيطان

 

"Siapa saja yang tidak memiliki syaikh (mursyid), maka syaikhnya adalah setan." 


 Jika ulama fiqih, tafsir, dan hadis sebagai pewaris Nabi saw. yang mengajarkan ilmu zahir, maka mursyid adalah pewaris Nabi saw. yang mengajarkan penghayatan agama yang bersifat batin. 

Oleh karena itu, kriteria syaikh atau mursyid tentunya harus menguasai ilmu syariat dan ilmu hakikat secara mendalam dan lengkap. Pemikiran, perkataan, dan tingkah lakunya harus mencerminkan budi pekerti yang luhur.


Alfaqier G.E.Diponegoro

BADAL/KHALIFAH/WAKIL TALKIN

 BADAL/KHALIFAH/WAKIL TALKIN


Melihat fungsinya yang sangat penting itu, mursyid akan memegang peran dalam tarekat ini dalam 5 hal:

1. Pemberi mandat bai’at pada murid/salik;

2. Pengendali keseluruhan amaliyah muridnya; 

3. Penentrem hati dan pemberi siaraman pada

muridnya;

4. Mendidik dan membina dalam wushul ila Allah; 

5. Penunjuk jalan yang benar dan ridla Allah. Sedangkan peran khalifah/ badal /wakil talkin tidak jauh dari apa yang dilakukan oleh mursyid. Tapi semua yang dijalankan itu bisa dilaksanakan jika ada perintah dari mursyid. Maka boleh dikatakan bahwa peran khalifah/badal/wakil talkin ini dapat dikatakan sebagai fungsi asistensi dalam tarekat. 

Secara makro peran

khalifah/badal/wakil talkin memang melaksanakan secara teknis dari apa yang menjadi perintah mursyid.

Peran yang dimiliki oleh salik ada 3 hal:

1. Melaksanakan seluruh ajaran tarekat sesuai petunjuk mursyid;

2. Menjaga nama baik tarekat dalam fungsinya sebagai bekal hidup akhirat.

3. Menjaga diri dari nafsu dunia;

Melihat peranan tersebut, maka salik hanya berperan sebagai pelaksana ubudiyah yang akan menyelamatkan dirinya sendiri dari godaan dunia dan menuju pada maqam sejatinya, yakni kebahagiaan di akhirat kelak. Salik tidak banyak mempunyai peran yang cukup signifikan karena sejak ia dibai’at ia mengikrarkan dirinya diserahkan pada mursyid dan mengakui kebodohan yg ada pada dirinya.


Alfaqier G.E.Diponegoro

THARIQAH

 THARIQAH

Memahami thariqah (tarekat) tidaklah mudah krn banyak definisi dan penjelasannya ,secara implisit thariqah merupakan jalan menuju Tuhan. 

Tahapan menuju Allah itu dikenal dengan 3 langkah: syariah, thariqah dan haqiqah. 

Langkah religius ini dijalani dengan tahapan-tahapan spiritual sebagaimana dilukiskan dalam syi'ir teologi-sufistik Syaikh Zainuddin bin Ali bin Ahmad Al Malabari (872-928 H) dalam kitab Hidayatul Adzkiya':

 ان الطريق شريعة وطريقة * وحقيقة فاسمع لها ما مثلا

 Tulisan ini mencoba menjelaskan ulasan KH Muhammad Sholeh bin Umar (Mbah Sholeh Darat) mengenai thariqah. Dalam kitab karnya berjudul Minhajul Atqiya' fi Syarhi Ma'rifatil Adzkiya' ila Thariqatil Auliya' dijelaskan tentang thariqah. Mbah Sholeh Darat menguraikan sya'ir Syaikh Zauniddin Al Malabari berikut:

 وطريقة أخذ باحوط كالورع * وعزيمة كرياضة متبتلا

 Thariqah itu sebuah pelaksanaan ibadah dengan semangat keseriusan, tidak memilih ibadah yang ringan saja. 

Ada usaha serius dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi laranganNya (taqwa). Salah satu usahanya adalah menjaga penuh konsisten menjauhi keharaman, baik tempat tinggal hingga makanan. 

Adapun teknis menjaga dari barang haram itu dengan cara riyadlah (njungkung ngibadah marang Allah [Jawa], beribadah dengan penuh khusyu'). Jadi yang dinamakan menjalani ilmu thariqah menurut Mbah Sholeh Darat adalah melaksanakan syari'ah dengan benar secara dhahir dan batin. 

Secara dhahir yang dilakukan adalah menghindari hal-hal haram yang ada pada tempat tinggal dan makanan. Adapun secara batin dengan ‘azimah (mengharap dengan sungguh-sungguh) dengan cara riyadlah. Riyadlah yang dimaksudkan adalah dengan berani meninggalkan makan, meninggalkan berbicara dan meninggalkan berkumpul dengan orang. Dengan cara itu, maka akan terjadi 4 hal: 

1. Tahan melek (buka mata) 2. Tahan lapar 

3. Tahan membisu 

4. Tahan berpisah dengan manusia 

Usaha azimah dan riyadlah itu semata-mata karena niat ibadah kepada Allah Swt. Cara lainnya adalah dengan puasa dan shalat sebagai syarat sahnya ibadah 'indallah. Jadi thariqah itu menurut Mbah Sholeh Darat dimaknai sebagai proses menjalani ibadah dengan penuh kehati-hatian, penuh kesungguhan dan penuh rasa takut jika ibadahnya tidak diterima Allah Swt. Maka dua cara yang dilakukan dalam thariqah: wara' dan riyadlah. Adapun untuk menjalani sikap wara', Mbah Sholeh Darat menjelaskan ada 4 hal: 

1. Wara' al-'Adl 

2. Wara' al-Shalihin 

3. Wara' al-Muttaqin 

4. Wara' al-Shiddiqin Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Abu Hamid Al Ghazali dalam Kitab Minhajul Al 'Abidin bahwa tujuan hidup mengenal hukum syara' dan hukum wara'. Niatnya adalah mewujudkan hamba Allah yang muwahhidun mukhallisun.


Alfaqier Gus Endro Diponegoro.Idarah Wustho Jatman Lampung

SURAT IZIN PETERNAKAN

 Kelengkapan Surat izin Peternakan :  1. Izin Usaha Peternakan (IUP) 2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 3. Izin Analisis Mengenai Dampak...