Jumat, 17 Mei 2024

SURAT IZIN PETERNAKAN

 Kelengkapan Surat izin Peternakan : 

1. Izin Usaha Peternakan (IUP)

2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

3. Izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

4. Izin Kesehatan Hewan

Kamis, 29 Juni 2023

NAFSU

TUJUH MACAM SIFAT NAFSU DALAM SYARAH AL-HIKAM KH. SOLEH DARAT SEMARANG


Para ulama’ ahli hakikat bersepakat bahwa pangkal dari maksiat dan berpaling dari Allah adalah menuruti hawa nafsu. Dari itu mengetahui hawa nafsu hukumnya wajib, karena seseorang tidak akan bisa memerangi hawa nafsunya jika tidak mengetahuinya.


1. NAFSU AMARAH, yaitu nafsu yang cenderung pada tabiat jasmani, cenderung pada kenikmatan sementara. Yang dimaksud syahwat disini adalah ingin makan yang enak, tidur yang nyenyak, mengikuti perbuatan syaitan dan senang dunia. Dunia menurut nafsu amarah bagaikan mempelai perempuan yang di hias dan dipersiapkan dan nafsu sangat ingin memeluknya.

2. NAFSU LAWWAMAH, adalah nafsu yang hadir ketika mengingat Allah, melaksanakan perintah-Nya dan berbuat kenajikan. Ketika melakukan perbuatan tercela, nafsu ini menyalahkan dirinya sendiri atas perbuatan aniaya yang diperbuat, kemudian memperbaikinya.

3. NAFSU MULHIMAH, nafsu yang menghilangkan sifat was-was atau ragu. Nafsu ini seringkali mengikuti nafsu ilham para malaikat tentang kebenaran dan mengikuti apa yang telah diperintahkan Allah. Jika, kebodohan nafsunya masih tersisa ia menjadi rusak, walaupun badannya sudah rusak namun nafsunya masih tetap.

4. NAFSU MUTHMAINNAH, nafsu yang bercahaya sebab cahaya hati, mampu membuang sifat-sifat yang tercela, seperti ‘ujub dan takabbur. Nafsu ini mempunyai sifat yang terpuji seperti tawadlu’, ikhlas dan lainnya, tenang atau menerima yang diberikan Allah, tidak terombang-ambing.

5. NAFSU RADLIYAH, adalah nafsu yang merasa dirinya telah melebur, sebab dirinya adalah sesuait yang fana’ ia menjadi jernih dengan tajalliy kepada Alah.

6. NAFSU MARDLIYAH, bisa dicapai dengan maqam baqa’

7. NAFSU UBUDIYYAH, nafsu yang suka mengabdi atau menghamba, yakni melakukan segala amal perbuatan yang sifatnya mengabdi kepada Allah.


Nafsu tidak bisa menjadi sempurna, juga tidak bisa naik derajatnya pada derajat tertinggi kecuali telah melakukan suluk dengan mengikuti salah satu thariqat yang bisa mengantar kepada Allah. Maka hendaklah engkau mencari guru thariqat yang bisa menunjukan jalan kepadamu. Jika engkau tidak mencari atau mempunyai guru, engkau tidak akan bisa mencapai derajat ini walaupun ibadahmu layaknya ibadahnya jin dan manusia.

Dari sinilah timbul perbedaan antara salik dan ‘abid. Terkadang seorang ‘abid melaksanakan ibadah selama 500 tahun, tidak bisa meluruskan perjalanan. Yang ditempuh oleh salih hanya dengan sekali perjalanan. Dan kesemua itu tidak akan bisa di capai kecuali oleh mereka yang sudah pernah melaksanakannya.

Semoga kita bisa memerangi hawa nafsu dan inilah yang disebut dengan peperangan yang besar.

(Syarah Al-Hikam; KH. Sholeh Darat hal.59)

Kamis, 25 Mei 2023

KEBERSIHAN HATI

 KEBERSIHAN HATI 


Mengenai kebersihan hati, terdapat kisah dalam hadis Nabi mengenai seorang sahabat yang masuk surga karena kebersihan hati. Hadis ini terdapat dalam beberapa kitab hadis seperti al-Muwattha, Musnad Ahmad, Sunan al-Nasa’i dan lain-lain. Dalam Sunan An-Nasa’i kisah ini diriwayatkan oleh Anas bin Malik sebagai sahabat yang menyaksikan langsung peristiwa tersebut. 

Suatu hari, Anas bin Malik bersama sahabat lainnya sedang duduk berbincang bersama Rasulullah saw. Tiba-tiba Rasulullah saw. berkata, “Sebentar lagi akan datang seorang ahli surga”. Kemudian muncullah seorang dari kalangan Anshar, di jenggotnya tampak tetesan bekas air wudunya, sendalnya ia tenteng di tangan kirinya. Keesokan harinya, Rasulullah saw. menyebutkan hal yang sama, dan laki-laki dari Anshar itu pun datang dengan kondisi yang sama sebagaimana hari pertama Rasulullah mengatakannya. Hingga keesokan harinya pun sama, Rasulullah menyebut-nyebut ahli surga itu kepada para sahabatnya. 

Tatkala Rasulullah saw. pergi, Abdullah bin ‘Amru bin al-‘Ash yang mengetahui perihal tersebut dan mengikuti perbincangannya pergi mengikuti orang Anshar tersebut.  

“Aku sedang mengalami hubungan yang tidak baik dengan ayahku, lalu aku pun bersumpah untuk tidak menginap di rumahnya 3 malam, aku berpikir untuk menginap saja di rumahmu hingga habis masa sumpahku,” ujar Abdullah kepada orang Anshar tersebut.

 “Ya, silakan” ujarnya Anas bin Malik menceritakan, “Abdullah bin ‘Amru bin al-‘Ash ketika itu menginap di rumah orang Anshar yang disebut Nabi sebagai ahli surga. 

Selama itu, Abdullah tidak sama sekali melihatnya bangun malam untuk beribadah kecuali setiap malam menjelang waktu tidurnya, ia berzikir menyebut Allah dan mengucapkan takbir hingga menjelang subuh ia berwudu. 

Selain itu,” kata Abdullah, “Aku tidak mendengar ia berkata-kata kecuali hal-hal yang baik”. 

Selang 3 malam, hampir saja Abdullah menganggap remeh amalan orang Anshar itu, “Wahai engkau, sungguh aku dan ayahku sebenarnya tidak memiliki masalah dan aku pun tidak melakukan sumpah sebagaimana yang aku ceritakan kepadamu itu. Hanya saja, aku mendengar Rasulullah saw. menyebutkan, ‘Akan datang seorang ahli surga’, dan saat itu pun engkau datang, hal itu beliau ulang sebanyak 3 kali di 3 pertemuan, dan selalu saja engkau yang muncul saat Rasulullah berkata demikian.

“Saat tahu bahwa engkau adalah seorang ahli surga, aku penasaran, akupun berinisiatif untuk menginap di rumahmu, ingin tahu apa sebenarnya amalan yang engkau kerjakan sehingga menjadikanmu ahli surga. Akan tetapi, aku sama sekali tidak melihatmu melakukan amalan yang besar. Jadi, apa sebenarnya yang menjadikanmu ahli surga hingga Rasulullah saw. langsung menceritakannya kepada para sahabat?” ujar Abdullah sambil bertanya. “Tidaklah yang aku lakukan kecuali apa yang engkau lihat”. jawab lelaki Anshar itu dengan singkat. Abdullah bin ‘Amru bin al-‘Ash pun pamit untuk pulang. 

Tak lama beberapa langkah dari rumahnya, lelaki Anshar memanggilnya kembali, ia menegaskan, “Wahai Abdullah, tidak ada ibadah yang aku lakukan kecuali apa yang telah engkau lihat, hanya saja aku tidak mendapati dalam diriku dendam dan kedengkian terhadap seorang pun dari kaum muslimin, aku tidak menyimpan hasad atas apa yang telah dikaruniai Allah kepada mereka”. 

Abdullah bin ‘Amru berkata, “Ternyata inilah amalan yang membuatmu mencapai derajat ahli surga! Itulah amalan yang berat bagi kami”. 

Dari kisah ini, terdapat pelajaran berharga, yaitu Kebersihan Hati Adalah Bagian Dari Kunci Surga. 

Ia menghantarkan sang pemilik hati menuju ke haribaan Allah dengan tenang dan selamat. 

Dalam riwayat lain yang serupa, dinukil dari Kitab Jȃmi al-‘Ulȗm wa al-Hikam disebutkan:

 رَوَى أَسَدُ بْنُ مُوْسَى، حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَر عَنْ مٌحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ قَالَ: «قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَدَخَلَ عَبْدُ اللهِ بْنِ سَلَام، فَقَامَ إِلَيْهِ نَاسٌ، فَأَخْبَرُوْهُ، وَقَالُوا: أَخْبِرْنَا بِأَوْثَقِ عَمَلِكَ فِي نَفْسِكَ، قَالَ: إِنَّ عَمَلِي لَضَعِيْفٌ، وَأَوْثَقُ مَا أَرْجُو بِهِ سَلَامَةَ الصَّدْرِ، وَتَرْكِي مَا لَا يَعْنِيْنِي»


 “Asad bin Musa meriwayatkan: Abu Ma’syar telah mengabarkan kami dari Muhammad bin Ka’ab, ia berkata: Rasulullah saw. menyebutkan: “Orang pertama yang mendatangi kalian itu adalah seorang ahli surga”. Kemudian datanglah Abdullah bin Salam. Orang-orang yang ada saat itu pun berdiri menyambutnya, mereka mengabarkan pada Abdullah bin Salam bahwa ia adalah ahli surga. Mereka berkata pada Abdullah, “Beri tahu kami tentang amalanmu yang paling utama!”. Abdullah bin Salam menjawab, “Sungguh! Amalanku sangat lemah. Aku hanya mengandalkan kebersihan hati [dari penyakit hati] dan meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat bagiku”. (Imam Ibn Rajab al-Hanbali, Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, Beirut: Muassasah al-Risalah, 2001/1422, juz 1, hlm. 294) 

Bahwa selain amalan wajib dan sunah yang kita lakukan setiap hari, ada amalan lain yang lebih penting, yaitu menjaga kebersihan hati kita. Kebersihan hati adalah sesuatu yang semestinya ada dalam diri seorang muslim, bahkan setiap orang di muka bumi. Dari bersihnya hati, akan ada perkataan yang baik, sopan, ramah dan jauh dari menyakiti dan mencela orang lain. 

Tidak ada lagi sifat iri, dengki, benci dan dendam kepada orang lain. Kebersihan hati akan berpengaruh pada lisan. Sebab lisan adalah cerminan dari hati. Jika hatinya kotor, tidaklah yang keluar dari lisannya kecuali sesuatu yang buruk. Begitu pula, bersihnya hati akan menimbulkan perilaku dan etika yang baik. Dengan demikian, selain menjadikan seseorang sebagai hamba Allah yang mulia, kebersihan hati juga turut berperan dalam menjaga kedamaian sosial di tengah masyarakat, bahkan kedamaian alam semesta dan penghuninya.


Alfaqier G.E.Dip

QOLBU / HATI

 Dalam Kitab Kimya as-Sa’adah karya Imam Al-Ghazali dituliskan:

“Qolbu bukanlah potongan daging yang berada di dada sebelah kiri. Sebenarnya yang digambarkan orang-orang mengenai hati itu adalah jantung bukan hati. Dan yang dikatakan mengenai hati tidak seperti yang diperkirakan banyak orang.

Kalau di Arab, orang mau beli hati hewan itu juga tidak bisa pakai istilah qolbu tetapi qibdah. 

Maka di kitab ini Imam Al-Ghazali merumuskan qolbu itu bukan potongan daging itu yang dimaksud. Sebab hati yang bisa dilihat itu berasal dari alam syahadah (bisa disaksikan), padahal qolbu itu sifatnya ghaib. Hanya dia sendiri dan Allah yang tahu kondisi qolbu seseorang.

“Adapun hakikat hati adalah bukan dari alam syahadah. Tetapi hanya ada di alam ghaib. Jadi bukan jantung atau hati secara fisik, tetapi memang hakikat hati (qolbu) itu sesungguhnya ghaib.

Dalam diri manusia qolbu ini tetap butuh sandaran. Ia melekat pada hati yang secara fisik bisa dilihat itu. Maka dikatakan dalam hadits ada salah satu bagian tubuh manusia yang jika baik maka seluruhnya baik dan jika rusak maka rusaklah seluruhnya.

“Qolbu itu bukan dari alam syahadah tetapi dari alam ghaib. Ia bersandar pada hati secara fisik itu, tetapi bukan yang kelihatan itu. Dan qolbu itu adalah raja, ia bisa mengenali Allah, dan sifat-sifat keindahan alam semesta ini dikenali qolbu,”.

Bahwa qolbu ini hanya diberikan kepada manusia. Maka sejatinya yang dihukum sebab dosa itu pertama kali hati (qolbu), maka termasuk yang menjadi bagian dari qolbu adalah akal.

“Taklif atau akal itu berada dalam qolbu. Yang kamu merasa sedih, perihatin, susah itu tempatnya di qolbu. Begitu juga yang kamu merasa bahagia sampai lupa diri itu juga sebab ada qolbu.

Orang yang hilang nyawanya, hilang juga hatinya. Maka Imam Al-Ghazali dalam kitab itu mengatakan wajib bagi manusia untuk sungguh-sungguh dalam mengenal qolbu. Sebab qolbu menurut Imam Al-Ghazali adalah inti yang mulia dari jenisnya inti malaikat.

Maka kadang (qolbu) ini disebut hati nurani karena bentuknya cahaya, bukan bersifat fisik atau jasad.

Hati adalah bagian terpenting dalam diri manusia. Mengapa disebut yang terpenting? Sebab hati menjadi penentu baik dan buruknya amalan anggota tubuh yang lain, sekaligus menjadi penentu bernilai atau tidaknya amal pemiliknya. 

Tak hanya itu, hati juga merupakan bagian yang paling mudah terpengaruh, mudah berubah, dan juga sulit diobati.   

Para ulama tasawuf memiliki perhatian besar terhadap urusan yang satu ini. Salah satunya ialah Imam al-Ghazali. Menurutnya, siapa pun yang hendak menata laku amalnya, maka mulailah dengan menata hati. Namun, ia tidak akan mampu menata hatinya dengan baik, sebelum mengetahui lima hal prinsip tentangnya.

   

Pertama, Allah maha mengetahui apa pun yang tersimpan, yang terbesit, dan dirahasiakan dalam hati hamba-hamba-Nya. 

Hal itu berdasarkan firman-Nya.  

 وَاللهُ يَعْلَمُ مَا فِي قُلُوبِكُمْ

   “Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu,” (QS al-Ahzab : 51). Ayat-ayat lain yang senada dengannya menyebutkan, “Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati,” (QS al-Mukmin : 19); “Dan Allah mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan,” (QS al-Nahl :19); “Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan, dan Allah mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan” (QS al-Maidah : 99). 

Namun, intinya siapa pun yang sudah sampai pada hakikat ini, tidak akan berani menyimpan atau merahasiakan sesuatu yang tidak baik dalam hatinya. Sebab, semuanya diketahui secara pasti oleh Allah swt.  

 

Kedua, Allah tidak memandang rupa, wajah, atau kulit hamba-Nya. Yang dipandang darinya hanyalah hatinya. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ، فَمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ صَالِحٌ تَحَنَّنَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ، وَإِنَّمَا أَنْتُمْ 

بَنِي آدَمَ أَكْرَمُكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ   


 “Sesungguhnya

 Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi melihat hati dan amalan kalian. Siapa saja yang memiliki hati yang bersih, maka Allah menaruh simpati padanya. Kalian hanyalah anak cucu Adam. Tetaplah yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling takwa,” (HR. Al-Thabrani)


Ketiga, hati ibarat raja, sedangkan anggota tubuh lain ibarat rakyat yang mengikutinya. Jika yang diikuti baik, maka pengikutnya pun akan baik. Jika pemiminnya lurus, maka rakyatnya juga lurus. Adakalanya, pemimpin lurus, rakyatnya terkadang tidak lurus, apalagi pemimpinnya tidak lurus. Ingatlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyatakan:   

أَلاَ وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً: إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ القَلْبُ


  “Ingatlah bahwa dalam tubuh itu ada segumpal daging. Jika daging itu baik, maka baik pula seluruh tubuh. Jika daging itu rusak, maka rusak pula seluruh tubuh. Daging tersebut ialah hati,” (HR al-Bukhari).   

Demi menjaga setiap amalan tetap baik, maka siapa pun harus menjaga dan selalu memperbaiki keadaan hatinya.   


Keempat, hati adalah gudang berbagai macam permata berharga dan makna-makna penting bagi seorang hamba. 

Permata pertama adalah akal, sedangkan permata paling mulia adalah makrifat kepada Allah, yang merupakan sebab kebahagiaan dunia dan akhirat. 

Permata berikutnya adalah mata hati (bashirah) yang menjadi modal untuk mendekat dan menghadap kepada Allah. 

Selanjutnya adalah niat yang tulus dalam ketaatan, sekaligus yang menjadi faktor penentu tercapai dan tidaknya pahala kekal di sisi Allah. 

Berikutnya ialah macam-macam ilmu, hikmah, pengetahuan, yang menjadi faktor kemuliaan hamba, baik di hadapan Allah maupun di hadapan makhluk. 

Permata terakhir ialah perangai atau sifat-sifat yang terpuji.   

Maka demi menjaga keberadaan permata-permata di atas, hati harus selalu bersih dan dijaga dari berbagai macam kotoran dan penyakit.   


Kelima, hati memiliki beberapa keadaan. 

Hati selalu menjadi sasaran serangan lawan. Dalam hal ini adalah serangan setan. Setan selalu mengintai kelengahannya. Ketika pemiliknya berdzikir, setan sedikit menjauh darinya. 

Namun, ketika pemilik hati lalai, setan kembali membisikinya. Di saat yang sama hati juga menjadi tempat turunnya bisikan baik, terutama ilham dan bisikan malaikat. Sehingga hati tidak terlepas dari dua sumber bisikan tersebut. 

Kesibukan hati jauh lebih banyak dari kesibukan anggota tubuh yang lain. Bagaimana tidak karena akal dan hawa nafsu berada di dalamnya. 

Tak heran hati menjadi tempat pertarungan antara dua pasukan besar, yakni pasukan nafsu beserta bala tentaranya dan pasukan akal beserta bala tentaranya. 

Khawatir atau bisikan yang datang ke dalam hati jumlahnya sangat banyak. Bisikan itu ibarat anak panah yang diarahkan kepadanya. Ia bagaikan air hujan yang terus menghujaninya baik siang maupun malam. Seorang ulama mengatakan, dalam sehari semalam, hati tidak kurang menerima tujuh puluh ribu bisikan, baik bisikan baik maupun bisikan yang buruk. 

Tidak ada yang bisa menolak bisikan itu. Berbeda dengan mata yang bisa beristirahat dengan menutupkan kedua bibirnya, hati terus-menerus dihujani bisikan. Mengatasi dan mengendalikan keadaan hati sangatlah sulit. Pasalnya, keadaan hati tidak terlihat. Apa yang terjadi di dalamnya terkadang tidak bisa dirasakan, sampai akibatnya benar-benar terlihat. 

Penyakit hasud atau dendam, misalnya. Tidak mudah dideteksi dan dihilangkan seseorang. Dibutuhkan upaya keras, pandangan yang tajam, timbangan yang matang, dan pelatihan jiwa, untuk mengobatinya. Kerusakan yang menimpa hati begitu cepat. Keadaannya mudah berubah. 

Para ahli bahasa menyatakan, mengapa hati disebut dengan kablu? Karena ia berasal dari kata qalbu, yang dalam bahasa Arab, berarti sesuatu yang mudah sekali berubah. ( al-Ghazali, Minhajul ‘Abidin,hal. 34-35).   


Semoga Allah senantiasa meneguhkan hati kita semua, terlebih jika hati kita telah mendapatkan hidayah dari-Nya.  

 رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ   

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia),” (QS Ali ‘Imran : 8).   

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

  “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku dalam agama-Mu.”  


Alfaqier...G.E.Diponegoro

MEMILIH BERTHORIQOH LEWAT KATA HATI

 MEMILIH BERTHORIQOH LEWAT KATA HATI


Kadang tidak mudah memilih ikut tarekat atas pertimbangan akal semata. Semua yang ditimbang akal bisa rasional dan baik. Namun hidup harus memutuskan dengan pertimbangan yg lebih luas. Kita tidak lagi memandang baik-buruk berdasarkan kriteria maupun persepsi kita sendiri. 

Baik di mata kita, belum tentu baik di sisi-Nya. Jelek bagi kita, belum tentu jelek di sisi-Nya.

Sesuatu yang baik menurut akal kita, belum tentu benar. Sesuatu yang benar pun belum tentu mengandung maslahat bagi semuanya. 

Kita masih sering berdebat menggunakan logika atau akal untuk sesuatu yang tidak penting.

Dan dengan pikiran sendiri pun, kita sering bertarung. Apalagi berhadapan dengan pilihan yang berbeda. 

Apapun pikiran yang berkembang, itu seharusnya menjadi keindahan. 

Sudah menjadi sifat akal mengembara dengan pikiran yang jauh sekalipun. Dan manusia diberi keunggulan dari mahluk manapun karena akal. 

Surat Al-Isra Ayat 70

۞ وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَ

نِىٓ ءَادَمَ وَحَمَلْنَٰهُمْ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَرَزَقْنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلْنَٰهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

Wa laqad karramnā banī ādama wa ḥamalnāhum fil-barri wal-baḥri wa razaqnāhum minaṭ-ṭayyibāti wa faḍḍalnāhum 'alā kaṡīrim mim man khalaqnā tafḍīlā

"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan".

Hanya saja kita tidak boleh meninggalkan suara hati atau qolbu. Seperti sabda Nabi, ”Ingatlah, sesungguhnya pada jasad manusia itu terdapat segumpal darah, jika baik, seluruh tubuh akan baik, jika rusak, rusaklah semua jasad, ingatlah, dia itu adalah hati."

Dan dengan suara hati, kita bisa berjihad melawan hawa nafsu. Dan bisa berhenti sejenak memaksakan pikiran kita kepada pihak lain.

Akal memberi pertimbangan, hati juga yang memilih. Akal pergi berlayar, hati juga tempat berlabuh.


Alfaqier

Rabu, 24 Mei 2023

QOLBU/HATI

 QOLBU/HATI


Hati adalah bagian terpenting dalam diri manusia. Mengapa disebut yang terpenting? Sebab hati menjadi penentu baik dan buruknya amalan anggota tubuh yang lain, sekaligus menjadi penentu bernilai atau tidaknya amal pemiliknya. 

Tak hanya itu, hati juga merupakan bagian yang paling mudah terpengaruh, mudah berubah, dan juga sulit diobati.   

Para ulama tasawuf memiliki perhatian besar terhadap urusan yang satu ini. Salah satunya ialah Imam al-Ghazali. Menurutnya, siapa pun yang hendak menata laku amalnya, maka mulailah dengan menata hati. Namun, ia tidak akan mampu menata hatinya dengan baik, sebelum mengetahui lima hal prinsip tentangnya.

   

Pertama, Allah maha mengetahui apa pun yang tersimpan, yang terbesit, dan dirahasiakan dalam hati hamba-hamba-Nya. 

Hal itu berdasarkan firman-Nya.  

 وَاللهُ يَعْلَمُ مَا فِي قُلُوبِكُمْ

   “Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu,” (QS al-Ahzab : 51).   Ayat-ayat lain yang senada dengannya menyebutkan, “Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati,” (QS al-Mukmin : 19); “Dan Allah mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan,” (QS al-Nahl :19); “Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan, dan Allah mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan” (QS al-Maidah : 99). 

Namun, intinya siapa pun yang sudah sampai pada hakikat ini, tidak akan berani menyimpan atau merahasiakan sesuatu yang tidak baik dalam hatinya. Sebab, semuanya diketahui secara pasti oleh Allah swt.  

 

Kedua, Allah tidak memandang rupa, wajah, atau kulit hamba-Nya. Yang dipandang darinya hanyalah hatinya. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:   إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ، فَمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ صَالِحٌ تَحَنَّنَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ، وَإِنَّمَا أَنْتُمْ 

بَنِي آدَمَ أَكْرَمُكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ   


 “Sesungguhnya

 Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi melihat hati dan amalan kalian. Siapa saja yang memiliki hati yang bersih, maka Allah menaruh simpati padanya. Kalian hanyalah anak cucu Adam. Tetaplah yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling takwa,” (HR. Al-Thabrani)


Ketiga, hati ibarat raja, sedangkan anggota tubuh lain ibarat rakyat yang mengikutinya. Jika yang diikuti baik, maka pengikutnya pun akan baik. Jika pemiminnya lurus, maka rakyatnya juga lurus. Adakalanya, pemimpin lurus, rakyatnya terkadang tidak lurus, apalagi pemimpinnya tidak lurus. Ingatlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyatakan:   

أَلاَ وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً: إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ القَلْبُ


  “Ingatlah bahwa dalam tubuh itu ada segumpal daging. Jika daging itu baik, maka baik pula seluruh tubuh. Jika daging itu rusak, maka rusak pula seluruh tubuh. Daging tersebut ialah hati,” (HR al-Bukhari).   

Demi menjaga setiap amalan tetap baik, maka siapa pun harus menjaga dan selalu memperbaiki keadaan hatinya.   


Keempat, hati adalah gudang berbagai macam permata berharga dan makna-makna penting bagi seorang hamba. 

Permata pertama adalah akal, sedangkan permata paling mulia adalah makrifat kepada Allah, yang merupakan sebab kebahagiaan dunia dan akhirat. 

Permata berikutnya adalah mata hati (bashirah) yang menjadi modal untuk mendekat dan menghadap kepada Allah. 

Selanjutnya adalah niat yang tulus dalam ketaatan, sekaligus yang menjadi faktor penentu tercapai dan tidaknya pahala kekal di sisi Allah. 

Berikutnya ialah macam-macam ilmu, hikmah, pengetahuan, yang menjadi faktor kemuliaan hamba, baik di hadapan Allah maupun di hadapan makhluk. 

Permata terakhir ialah perangai atau sifat-sifat yang terpuji.   

Maka demi menjaga keberadaan permata-permata di atas, hati harus selalu bersih dan dijaga dari berbagai macam kotoran dan penyakit.   


Kelima, hati memiliki beberapa keadaan. 

Hati selalu menjadi sasaran serangan lawan. Dalam hal ini adalah serangan setan. Setan selalu mengintai kelengahannya. Ketika pemiliknya berdzikir, setan sedikit menjauh darinya. 

Namun, ketika pemilik hati lalai, setan kembali membisikinya. Di saat yang sama hati juga menjadi tempat turunnya bisikan baik, terutama ilham dan bisikan malaikat. Sehingga hati tidak terlepas dari dua sumber bisikan tersebut. 

Kesibukan hati jauh lebih banyak dari kesibukan anggota tubuh yang lain. Bagaimana tidak karena akal dan hawa nafsu berada di dalamnya. 

Tak heran hati menjadi tempat pertarungan antara dua pasukan besar, yakni pasukan nafsu beserta bala tentaranya dan pasukan akal beserta bala tentaranya. 

Khawatir atau bisikan yang datang ke dalam hati jumlahnya sangat banyak. Bisikan itu ibarat anak panah yang diarahkan kepadanya. Ia bagaikan air hujan yang terus menghujaninya baik siang maupun malam. Seorang ulama mengatakan, dalam sehari semalam, hati tidak kurang menerima tujuh puluh ribu bisikan, baik bisikan baik maupun bisikan yang buruk. 

Tidak ada yang bisa menolak bisikan itu. Berbeda dengan mata yang bisa beristirahat dengan menutupkan kedua bibirnya, hati terus-menerus dihujani bisikan. Mengatasi dan mengendalikan keadaan hati sangatlah sulit. Pasalnya, keadaan hati tidak terlihat. Apa yang terjadi di dalamnya terkadang tidak bisa dirasakan, sampai akibatnya benar-benar terlihat. 

Penyakit hasud atau dendam, misalnya. Tidak mudah dideteksi dan dihilangkan seseorang. Dibutuhkan upaya keras, pandangan yang tajam, timbangan yang matang, dan pelatihan jiwa, untuk mengobatinya. Kerusakan yang menimpa hati begitu cepat. Keadaannya mudah berubah. 

Para ahli bahasa menyatakan, mengapa hati disebut dengan kablu? Karena ia berasal dari kata qalbu, yang dalam bahasa Arab, berarti sesuatu yang mudah sekali berubah. ( al-Ghazali, Minhajul ‘Abidin,hal. 34-35).   


Semoga Allah senantiasa meneguhkan hati kita semua, terlebih jika hati kita telah mendapatkan hidayah dari-Nya.  

 رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ   

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia),” (QS Ali ‘Imran : 8).   

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

  “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku dalam agama-Mu.”  


Alfaqier...G.E.Diponegoro

SURAT IZIN PETERNAKAN

 Kelengkapan Surat izin Peternakan :  1. Izin Usaha Peternakan (IUP) 2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 3. Izin Analisis Mengenai Dampak...